BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
Kajian pustaka
merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik
secara teoritis maupun empiris yang membutuhkan gagasan dan mendasari usulan
penelitian tindakan kelas. Kajian pustaka dipaparkan dengan maksud untuk
memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain
yang mungkin pernah dilakukan para ahli untuk mendekati permasalah yang sama
atau relatife sama.
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia mempunyai arti
proses, ilmu dan seni manajemen yang mengatur tentang sumber daya manusia yang
ada didalam organisasi. Biasanya suatu organisasi mempunyai bagian khusus untuk
menangani hal ini dan dikepalai oleh seorang manejer personalia.
Beberapa ahli
mengungkapkan pendapat mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia yaitu
sebagai berikut:
Menurut Flippo yang
dikutip T. Hani Handoko (2005:3) adalah sebagai berikut:
Manajemen
personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai
berbagai tujuan individual, organisasi dan masyarakat.
Menurut Gery Dessler (2004:4) Manajemen
Sumber Daya Manusia adalah:
“Human Resource management (HRM) is the policies and
practices involved in carrying out the “people” or human resource aspect of management
position, including recruiting, screening, training,rewarding and appraising”
Yang artinya Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek
“manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen termasuk merekrut,
melatih, memberikan penghargaan dan penilaian.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2010:10)
Manajemen Sumber daya Manusia adalah:
Manajemen
Sumber Daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga
kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan
dan masyarakat.
Berdasarkan definisi
tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola,
mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif
untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.1.2
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber
daya manusia menurut Veithzal Rivai (2009:13) adalah:
1.
Fungsi Manajerial
a.
Perencanaan (Planning)
b.
Pengorganisasian (Organizing)
c.
Pengarahan (Directing)
d.
Pengendalian (Controlling)
2.
Fungsi Operasional
a.
Pengadaan Tenaga Kerja
b.
Pengembangan
c.
Kompensasi
d.
Pengintegrasian
e.
Pemeliharaan
f.
Pemutusa Hubungan Kerja
2.1.3
Pentingnya
Manajemen Sumber Daya manusia
Menurut
Veitzhal Rivai (2009:14) Manajemen sebagai ilmu dan seni untuk mencapai suatu
tujuan melalui kegiatan orang lain. Artinya tujuan dapat dicapai bila dilakukan
oleh satu orang atau lebih. Sementara itu Manajemen SDM sebagai suatu bidang
manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam suatu
perusahaan. unsure dalam manajemen adalah tenaga kerja pada suatu perusahaan,
sehingga dalam Manajemen SDM faktor yang
diperhatikan adalah manusianya itu sendiri. Saat ini banyak perusahaan menyadari
bahwa SDM merupakan masalah perusahaan yang paling penting, karena melalui
sumber daya manusialah yang menyebabkan sumber daya lain dalam perusahaan dapat
berfungsi / dijalankan atau dilaksanakan. Disamping itu SDM menciptakan
efisiensi dan evektifitas perusahaan. melalui SDM yang efektif mengharuska
manajer atau pimpinan untuk menemukan cara terbaik dalam mendayagunakan
orang-orang yang ada dalam lingkungan organisasinya agar tujuan-tujuan yang
diinginkannya tercapai.
2.1.4 Pengertian Kompensasi
Pemberian kompensasi
harus dikelola dengan baik dan benar agar pemberian kompensasi dapat memberikan
kepuasan. Untuk mencapai kepuasan pemberian kompensasi harus didasarkan pada
asas adil dan layak sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang baik,
motivasi tinggi, dan kinerja karyawan yang meningkat.
Beberapa
ahli mengemukakan pendapat mengenai kompensasi yaitu sebagai berikut:
Menurut Gary Dessler (2007:44)
kompensasi adalah sebagai berikut :
“Compensation of employees is any form of
payment or reward given to employees and arising from their employment”
Yang artinya kompensasi
karyawan adalah semua bentuk pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada
karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka.
Menurut Thomas H. Stone dalam buku Suswanto
dan Donni Juni Priansa (2011:220) kompensasi adalah :
“Compensation is any form of
payment to employees for work they provide their employer”
Yang artinya kompensai
adalah setiap bentuk pembayaran yang
diberikan kepada karyawan sebagai pertukaran pekerjaan yang mereka berikan
kepada majikannya.
Menurut Henry Simamora (2004:506)
kompensasi adalah:
Kompensasi
adalah semua bentuk kembalian financial, jasa-jasa terwujud dan tunjangan yang
diperoleh karyawan sebagai bagian dari hubungan kekaryawanan.
Berdasarkan pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah semua bentuk imbalan jasa atau
balas jasa yang diberikan perusahaan sebagai penghargaan pada karyawan yang
telah memberikan tenaga dan pikiran sebagai kontribusi dalam mewujudkan tujuan
perusahaan sebagai imbalan balik dari pekerjaan mereka.
2.1.4.1
Jenis-Jenis Kompensasi
Menurut A.A Anwar
Mangkunegara (2011:85) jenis-jenis kompensasi adalah sebagai berikut:
1.
Upah
dan Gaji
Upah
adalah pembayaran berupa uang untuk pelayanan kerja atau uang yang biasanya
dibayarkan kepada pegawai secara per jam, per hari, dan per setengah hari.
Sedangkan gaji merupakan uang yang dibayarkan kepada pegawai atas jasa
pelayanannya yang diberikan secara bulanan.
2.
Benefit
(Keuntungan) dan Pelayanan
Benefit
adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang secara cepat dapat
ditentukan. Sedangkan pelayanan adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk
pegawai yang tidak dapat secara mudah ditentukan. Program
benefit bertujuan untuk memperkecil
turnover, meningkatkan modal kerja, dan meningkatkan keamanan. Adapun kriteria
program benefit adalah biaya,
kemampuan membayar, kebutuhan, kekuatan kerja, tanggung jawab sosial, reaksi
kekuatan kerja, dan relasi umum. Sedangkan program pelayanan adalah laporan
tahunan untuk pegawai, adanya tim olah raga, kamar tamu pegawai, kafetaria
pegawai, surat kabar perusahaan, took perusahaan , discount (potongan harga) produk perusahaan, bantuan hukum,
fasilitas ruang baca dan perpustakaan, tempat parkir, ada program rekreasi dan
darmawisata.
2.1.4.2 Pentingnya Kompensasi
Menurut
Malayu Hasibuan (2010:117) tenaga kerja jika kita kaitkan dengan peranan dan
pendapatannya dapat digolongkan atas pengusaha dan karyawan atau menajer dan
buruh. Pengusaha adalah setiap tenaga kerja yang memperoleh pendapatannya
berupa laba (profit) atau deviden
dari modal yang diinvestasikannya. Pendapatan ini besarnya tidak menentu
tergantung dari laba perusahaannya, bahkan tidak berfungsi dan berperan sebagai
pemilik perusahaan dengan modal yang diinvestasikannya itu.
Karyawan
adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya kepada suatu
perusahaan dan memperoleh balas jasa sesuai dengan peraturan dan perjanjian.
Besarnya balas jasa telah ditentukan dan diketahui sebelumnya, sehingga
karyawan secara pasti mengetahui besarnya balas jasa/kompensasi yang akan
diterimanya. Kompensasi inilah yang akan dpergunakan karyawan beserta
keluarganya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Besarnya kompensasi
mencerminkan status, pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati
oleh karyawan beserta keluarganya. Jika balas jasa yang diterima karyawan
semakin besar berarti jabatannya semakin tinggi, statusnya semakin baik, dan
pemenuhan kebutuhannya yang dinikmatinya semakin banyak pula. Disinilah letak
pentingnya kompensasi bagi karyawan sebagai seorang penjual tenaga.
2.1.4.2 Tujuan Kompensasi
Tujuan
Kompensasi menurut Malayu Hasibuan (2010:121) antara lain adalah sebagai ikatan
kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan,
disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah.
a.
Ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi
terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawannya.
Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan
pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang
disepakati.
b.
Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan egoistiknya sehingga
memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
c.
Pengadaan efektif
Jika program kompensasi ditetapkan
cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified
untuk perusahaan akan lebih mudah.
d.
Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan
cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
e.
Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas
prinsip adil dan layak secara eksternal konsisten yang kompentatif maka
stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif stabil.
f.
Disiplin Dengan pemberian balas jasa
yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari
serta menaati peraturan-peraturan yang berlaku.
g.
Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik
pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada
kerjaannya.
h.
Pengaruh pemerintah
Jika program kompensasi sesuai
dengan undang-undang perburuhan yang berlaku maka intervensi pemerintah dapat
dihindakan.
2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kompensasi
Menurut
A.A Anwar Mangkunegara (2011:84) ada enam faktor yang mempengaruhi kompensasi,
diantaranya adalah:
1.
Faktor Pemerintah
Peraturan
pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standar gaji minimal, pajak
penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi, inflasi maupun
devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi
pegawai.
2.
Penawaran Bersama antara Perusahaan dan
Pegawai
Kebijakan dalam menentukan
kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai
besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya.
3.
Standar dan Biaya Hidup Pegawai
Kebijakan
kompensasi perlu mempertimbangkan standar dan biaya hidup minimal pegawai. Hal
ini karena kebutuhan dasar pegawai harus terpenuhi. Dengan terpenuhinya
kebutuhan dasar dan keluarganya, maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya
kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan memungkinkan pegawai dapat bekerja
dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. banyak peneliti
menunjukan bahwa ada korelasi tingggi antara motivasi kerja pegawai dan
prestasi kerjanya, ada korelasi positif antara motivasi kerja dengan tujuan
pencapaian perusahaan.
4.
Ukuran Perbandingan Upah
Kebijakan dalam menentukan
kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besar kecilnya perusahaan, tingkat
pendidikan pegawai, masa kerja pegawai. Artinya, perbandingan tingkat upah
pegawai perlu memperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja, dan ukuran
perusahaan.
5.
Permintaan dan Persediaan
Dalam
menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat
persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar saat itu perlu
dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan tingkat upah pegawai.
6.
Kemampuan Membayar
Dalam menentukan kebijakan kompensasi
pegawai perlu didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam membayar upah pegawai.
Artinya, jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi diluarbatas kemampuan
yang ada pada perusahaan.
2.1.4.4
Indikator
Kompensasi
Menurut
Henry Simamora (2004:442) bahwa indikator yang disajikan dalam menilai
kompensasi adalah:
1.
Adil (keadilan internal).
2.
Layak (keadilan eksternal).
3.
Gaji dan upah (hak yang diterima oleh
karyawan karena kompensasinya terhadap perusahaan).
4.
Insentif (tambahan kompensasi diluar
gaji dan upah diberikan oleh perusahaan).
5.
Fasilitas (kompensasi yang diberikan
oleh pihak perusahaan kepada karyawan sebagai penunjang kelancaran untuk
bekerja dan memotivasi karyawan agar semangat kerja).
6.
Tunjangan (kompensasi tambahan yang
diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha
untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan).
2.1.5
Pengertian
Disiplin Kerja
Disiplin pada hakekatnya adalah
kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan suatu tindakan
yang tidak sesuai dan mendukung sesuatu yang telah diciptakan.
Beberapa ahli mengemukakan pendapat
mengenai pengertian disiplin kerja adalah sebagai berikut:
Menurut Keits Devis dalam buku A.A Anwar
Mangkunegara (200:129) menyatkan:
“Discipline
is management action to enforce organization standards”
Artinya disiplin kerja dapat diartikan
sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.
Menurut
Veithzal Rivai (2011:824) disiplin kerja adalah sebagai berikut:
Disiplin
kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan
karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku sebagai suatu upaya
untuk meningkatkan kesadaran dan kesedian seseorang mematuhi semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Menurut
Malayu Hasibuan (2010:193) disiplin kerja adalah :
Disiplin
kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma yang berlaku.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu usaha dari manajemen organisasi perusahaan untuk
menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi
oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.
2.1.5.1
Macam-Macam Disiplin Kerja
Menurut A.A Anwar Mangkunegara
(2011:129) ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif, dan
disiplin korektif.
a.
Disiplin Preventif, adalah suatu upaya
untuk menggerakan pegawai mengikuti dan mematuhi peraturan kerja,
aturan-aturanyang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah
untuk menggerakan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara preventif, pegawai
dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan.
b.
Disiplin Korektif, adalah suatu upaya
menggerakan pegawai dalam penyatuan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap
mengatuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada
disiplin korelatif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk
memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku, dan
memberikan pelajaran kepada pelanggar. Keith Davis berpendapat bahwa disiplin
korelatif memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa
prosedur harus menunjukan pegawai yang bersangkutan benar-benar terlibat.
Keperluan proses yang seharusnya itu dimaksudkan adalah pertama, suatu
prasangka yang tidak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam
pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh
pegawai lain. Ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan
keterlibatan pelanggaran.
2.1.5.2 Tujuan Disiplin Keja
Tujuan
disiplin kerja menurut Sutrisno (2009:126) mengemukakan bahwa tujuan disiplin
kerja adalah sebagai berikut :
1.
Tingginya rasa kepedulian karyawan
terhadap pencapaian tujuan perusahaan
2.
Tingginya semangat dan gairah kerja dan
inisiatif para karyawaan untuk
melaksanakan
pekerjaan
3.
Besarnya rasa tanggung jawab pada
karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya
4.
Berkembangnya rasa memiliki dan rasa
solidaritas dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan karyawan
5.
Meningkatnya efisiensi dan produktivitas
kerja pada karyawaan
Berdasarkan tujuan disiplin kerja
maka disiplin kerja pegawai harus ditegakkan dalam suatu organisasi. Tanpa
dukungan organisasi pegawai yang baik, sulit bagi organisasi untuk
mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan
adalah kunci keberhasilan suatu
perusahaan/organisasi untuk mencapai tujuannya.
2.1.5.3 Pendekatan Disiplin Kerja
Ada
tiga pendekatan disiplin kerja menurut A A Anwar Mangkunegara (2011:130) yaitu
pendekatan disiplin modern, disiplin dengan tradisi, dan disiplin bertujuan.
a.
Pendekatan disiplin modern
Pendekatan
disiplin modern merupakan mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru
diluar hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1.
Disiplin modern merupakan suatu cara
menghindari bentuk hukuman secara fisik.
2.
Melindungi tuduhan yang benar untuk
diteruskan pada proses hukum yang berlaku.
3.
Keputusan-keputusan yang semaunya
terhadap kesalahan atau prasangka yang harus diperbaiki dengan mengadakan
proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya.
4.
Melakukan protes terhadap keputusan yang
berat sebelah pihak terhadap kasus disiplin.
b.
Pendekatan disiplin dengan tradisi
Pendekatan
disiplin dengan tradisi yaitu, pendekatan disiplin dengan cara memberikan
hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1.
Disiplin dilakukan oleh atasan kepada
bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan.
2.
Disiplin adalah hukuman untuk
pelanggaran, pelaksanaannya harus dsesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.
3.
Pengaruh hukuman untuk memberikan
pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya.
4.
Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan
hukuman yang lebih keras.
5.
Pemberian hukuman terhadap pegawai yang
melanggra kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat.
c.
Pendekatan disiplin bertujuan
Pendekatan
disiplin bertujuan berasumsi bahwa:
1.
Disiplin kerja harus diterima dan dipahami
oleh semua pegawai.
2.
Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi
merupakan pembentukan perilaku.
3.
Disiplin ditujukan untuk perbahan
perilaku yang lebih baik.
4.
Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai
bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
2.1.5.4 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Disiplin Kerja
Menurut Hasibuan
(2010:194) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kedisiplinan pegawai suatu organisasi, di antaranya :
1.
Tujuan
dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta
cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerjaan) yang dibebankan kepada
pegawai harus sesuai dengan kemampuan
pegawai bersangkutan, agar pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin
dalam mengerjakannya.
2.
Teladanan
Pimpinan
Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan
contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan keteladanan
pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan
pun akan ikut baik.
3.
Balas
Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
pegawai karena balas jasa akan
memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi atau
pekerjaannya.
4.
Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena
ego dan sifat manusia yang selalu merasa
dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan
yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau
hukuman akan merangsang terciptannya kedisiplinan pegawai yang baik.
5.
Waskat
Waskat
(pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan
kedisiplinan pegawai organisasi. Dengan pengawasan melekat berarti atasan
langsung harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah
kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal
ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar dapat mengawasi dan
memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam
menyelasaikan tugasnya.
6.
Sanksi
Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memeihara kedisiplinan
pegawai. Dengan sanksi hukuman yang
semakin berat, pegawai akan semakin
takut melanggar peraturan-peraturan
organisasi, sikap, dan prilaku
indisipliner pegawai akan berkurang. Berat / ringan saksi hukuman yang akan
diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman
harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai.
7.
Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan pegawai.
Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum setiap pegawai yang indispliner sesuai dengan sanksi
hukuman yang telah ditetapkan. Impinan
yang berani bertindak tegas menerapkan
hukuman bagi pegawai indisipliner akan
akan disegani dan diakui kepemimpinanya oleh bawahan.
2.1.5.5
Indikator Disiplin Kerja
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2010:194), indikator disiplin kerja adalah:
1.
Mematuhi semua peraturan perusahaan
2.
Penggunaan waktu secara efektif
3.
Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas
4.
Tingkat absensi
2.1.6 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai
dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan
tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan
seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas
dalam bekerja.
Beberapa ahli mengungkapkan pendapat
mengenai pengertian kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:
Menurut Wexley dan Yuki dalam buku
Suwanto dan Doni (2011:263) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah :
Job
Statisfaction is the way employed feels about his or her job. It is generalized
attitude toward the job based on evaluation of different aspect of the job. A
person attitude toward his job reflect pleasant and unpleasant experiencies in the job and his expectations about future
experiences.
Artinya kepuasan kerja adalah
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Sikap seseorang terhadap pekerjaan
yang didasarkan pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang berbeda dari pekerjaan.
Sikap seseorang terhadap pekerjaannya itu menggambarkan pengalaman-pengalaman
menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan-harapan
mengenai pengalaman mendatang.
Menurut
Keits Devis dalam buku A A Anwar Mangkunegara (2011:117) menyaakan bahwa
kepuasan kerja adalah :
Job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with
employees view their work.
Yang
artinya adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai
dalam bekerja.
Menurut
Hasibuan (2010:202) kepuasan kerja adalah :
Kepuasan kerja
adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, kerja. Kepuasan kerja dinikmati
oleh pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat dsimpulkan
bahwa kepuasan kerja adalah cara individu merasakan pekerjaan yang dihasilkan
dari setiap individu tersebut terhadap berbagai aspek yang terkandung dalam
pekerjaan.
2.1.6.1 Teori Kepuasan Kerja
Menurut
Veithzal Rivai (2011:856) Teori kepuasan kerja yang cukup dikenal adalah :
1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang
dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang
dirasakan. Sehingga apabila kepuasan diperoleh melebihi dari apa yang
diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga dapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja
seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan
dengan apa yang dicapai.
2. Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini menggambarkan bahwa orang akan merasa
puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya
situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah
input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi
karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman,
kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk
melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuastu yang dianggap bernilai oleh
karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan
sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau
aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang
diperusahaan yang sama, atau ditempat lain atau bisa pula dengan dirinya dimasa
lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil
dirinya dengan rasio input orang lain. Bila perbandingan dianggap cukup adil,
maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi
menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila
perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
3. Teori dua faktor (two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan
terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan
karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies.
Satisfies ialah faktor-faktor atau
situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari
pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi,
kesempatan memperoleh penghargaan promosi. Terpenuhnya faktor tersebut akan
menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies
adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari
gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor
ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan.
2.1.6.2 Pengukuran Kepuasan Kerja
Menurut A A
Anwar Mangkunegara (2011:126) mengukur kepuasan kerja dapat digunakan dengan
skala indeks deskripsi jabatan, skala kepuasan kerja berdasarkan ekspresi
wajah, dan kuesioner kepuasan kerja minnesota.
a. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks
deskripsi jabatan
Skala
pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kenall, dan Hulin pada tahun 1969.
Dalam penggunaannya, pegawai ditanya mengenai pekerjaannya maupun jabatannya
yang dirasa sangat baik dan sangat buruk dalam skala mengukur sikap dari lima
area, yaitu kerja, pengawasan, upah, promosi dan co-worker. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh
pegawai dengan cara menandai jawabannya ya, tidak, atau tidak ada jawaban.
b. Pengukuran kepuasan kerja dengan berdasarkan
ekspresi wajah
Mengukur
kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Skala ini terdiri
dari seri gambar wajah-wajah orang mulai dari sangat diminta untuk memilih
ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat
itu
c. Pengukuran kepuasan kerja dengan menggunakan
koesioner Minnesota
Pengukuran
kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss, Dawis, dan England pada tahun 1967.
Skala ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidakpuas, tidak puas,
netral, memuaskan, dan sangat memuaskan. Pegawai diminta memilih satu
alternatife jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.
2.1.6.3 Aspek Pokok yang Dianggap
Penting dalam Kepuasa Kerja Karyawan
Menurut
G. Terri (Winardi, 2008:332) yang dikutip Suwanto dan Donni Juni Priansa,
seorang pekerja cenderung bekerja penuh semangat, bila kepuasan yang diperoleh
tinggi dan pekerjaan tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan pekerja.
Ditinjau dari sudut pekerja ada empat aspek pokok yang dianggap penting, yaitu:
1.
Sifat umum pekerjaan, adanya tantangan
dalam penggunaan kemampuan individu yang diperlukannya.
2.
Kebebasan melaksanakan pekerjaan,
kesempatan untuk menerapkan ide-ide pribadi, pelaksanaan penting dalam
melaksanakan pekerjaan dan membuat keputusan-keputusan penting tentang
pekerjaan.
3.
Kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
melalui latihan “feedback” tentang
hasil pekerjaan dan menerima aneka macan tugas dalam jumlah yang layak.
4.
Penghargaan tentang hasil pekerjaan yang
diberikan atasan dengan cara yang terbuka, secara jujur dan waktu yang tepat.
2.1.6.4 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut A.A Anwar Mangkunegara
(2011:120) Ada dua faktor yang mempengruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang
ada pada diri pegawai dan faktor
pekerjaannya:
1.
Faktor pegawai, yaitu kecerdasa (IQ),
kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman
kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap
kerja.
2.
Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan,
struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan
financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.
2.1.6.5 Indikator Kepuasan Kerja
Menurut
A.A Anwar Mangkunegara (2011:118) indikator kepuasan kerja adalah:
1.
Turnover
2.
Umur
3.
Tingkat Pekerjaan
4.
Ukuran Organisasi Perusahaan
2.2
Kerangka
Pemikiran
Seseorang
dengan tingkat kepuasan yang tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap
kerjanya, sedangkan yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang
negatife tehadap pekerjaannya. Disatu sisi perusahaan ingin mendapatkan
keuntungan besar, disisi lain karyawan menginginkan harapan dan kebutuhan
tertentu yang harus dipenuhi perusahaan karena itu SDM sebagai aset yang
berharga, perusahaan harus memperhatikan aspek-aspek yang dapat memunculkan
kepuasan karyawan.
Kompensasi
berpengaruh terhadap kepuasan kerja hal ini dikemukaan oleh Sondang P. Siagian
(299:253) yang mengatakan bahwa sistem kompensasi atau imbalan yang baik adalah
sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada
gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara, dan memperkerjakan
sejumlah orang dengan sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi
kepentingan organisasi.
Moh.
As’ad (2008:115) mengatakan apabila kompensasi diberikan secara benar dan
sesuai dengan harapan karyawan, diduga ada pengaruh kompensasi terhadap
kepuasan kerja karyawan.
Malayu
Hasibuan (2010:202) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh
kedisiplinan dari seorang karyawan.
Pada
uraian diatas telah dijelaskan oleh beberapa ahli bahwa kompensasi dan disiplin kerja
mempengaruhi kepuasan kerja. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian terdahulu
yang diungkapkan oleh beberapa orang dibawah ini.
Dari hasil penelitian Ruvendi (2005) yang berjudul
“Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di
Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor”, ia menyimpulkan Terdapat hubungan
dan pengaruh signifikan antara variabel imbalan dengan kepuasan kerja pegawai
BBIHP yang diperlihatkan oleh koefisien korelasi partialsebesar 0,619.
Koefisien regresi (ß1) X1sebesar 0,412.
Hal tersebut menjelaskan bahwa kompensasi merupakan
aspek penting yang dapat memunculkan kepuasan kerja. Jika kompensasi yang
diberikan sesuai dengan yang diharapkan maka karyawan akan merasa puas sehingga
karyawan akan memberikan hasil timbal balik terhadap perusahaan. Rasa puas
karyawan tersebut merasa dihargai oleh perusahaan, jika rasa tersebut telah
muncul dari benak karyawan, karyawan pun akan bekerja lebih semangat dan
memberikan kontribusi yang lebih berasal dari kesadarannya sendiri. Kecil
tingkat kekecewaan karyawan terhadap perusahaan, dan itu mengurangi tingkat
turnover karyawan. Terdapat hasil penelitian terdahulu lainnya yang dapat
mendukung persepsi tentang hubungan variabel-variabel tersebut.
Menurut penelitian Isnan Masyjui (2005) yang
berjudul “Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pegawai
Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kab. Grobogan”, mnyatakan bahwa “variabel
disiplin kerja thitung > ttabel, (2.110
> 2.00) dengan demikian keputusan yang diambil adalah menerima hipotesis
alternative (Ha) dan menolak hipotesis nol, ini berarti disiplin kerja
mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Grobogan”.
Menurut penelitian
Chaisunah dan Ani Muttaqiyahun (2008), dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Kompensasi, Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kepuasan (Study
Kasus Pada PT Bank Perkreditan Rakyat Shinta Daya” menyatakan bahwa, “Pengujian
yang dilakukan dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95% (0,05) dan
derajat kebebasan (k-1, n-1) derajat kebebasan (dk) yaitu untuk pembilang k =
2, untuk penyebut = ( k-1, n-1 ) = 7 dan Ftabel = 94,018 > 3,15
maka H0 ditolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh antara variabel X1 (Kompensasi)
dan variabel X3 (Disiplin) dengan variabel Y (Kepuasan kerja) secara
serempak dan signifikan.
Dari
beberapa hasil penelitian sebelumnya diatas jelas bahwa kompensasi dan disiplin
kerja yang sesuai dengan harapan karyawan akan mempengaruhi sebuah kepuasan
yang terwujud pada meningkatnya kemauan karyawan untuk membantu perusahaan
dalam mencapai tujuan-tujuan dan timbulnya hasrat atau keinginan karyawan untuk
tetap berada dalam perusahaannya yang ditandai dengan menurunnya tingkat
absensi dan turnover, meningkatnya partisispasi kerja dan rasa memiliki
karyawan terhadap perusahaan.
Dalam hal ini biasanya perusahaan atau organisasi memberikan
perhatian penuh terhadap karyawan sehingga dapat menyumbangkan tenaga dan
pikiran secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan. Apabila karyawan
merasa kepentingan diperhatikan maka ia dapat bekerja dengan baik sehingga
disiplin kerja dapat ditingkatkan, salah satu yang dapat dilakukan perusahaan
atau organisasi untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan yaitu pemberian
kompensasi.
Dari
beberapa hasil penelitian sebelumnya diatas jelas bahwa kompensasi dan disiplin
kerja yang sesuai dengan harapan karyawan akan mempengaruhi sebuah kepuasan
yang terwujud pada meningkatnya kemauan karyawan untuk membantu perusahaan
dalam mencapai tujuan-tujuan dan timbulnya hasrat atau keinginan karyawan untuk
tetap berada dalam perusahaannya yang ditandai dengan menurunnya tingkat
absensi dan turnover, meningkatnya partisispasi kerja dan rasa memiliki
karyawan terhadap pe
2.3
0 comments:
Post a Comment