Manajemen sumber daya manusia

BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka
            Kajian pustaka merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang membutuhkan gagasan dan mendasari usulan penelitian tindakan kelas. Kajian pustaka dipaparkan dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain yang mungkin pernah dilakukan para ahli untuk mendekati permasalah yang sama atau relatife sama.

 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
 Manajemen sumber daya manusia mempunyai arti proses, ilmu dan seni manajemen yang mengatur tentang sumber daya manusia yang ada didalam organisasi. Biasanya suatu organisasi mempunyai bagian khusus untuk menangani hal ini dan dikepalai oleh seorang manejer personalia.
Beberapa ahli mengungkapkan pendapat mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia yaitu sebagai berikut:
Menurut Flippo yang dikutip T. Hani Handoko (2005:3) adalah sebagai berikut:
Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individual, organisasi dan masyarakat.

Menurut Gery Dessler (2004:4) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah:
“Human Resource management (HRM) is the policies and practices involved in carrying out the “people” or human resource aspect of management position, including recruiting, screening, training,rewarding and appraising”

Yang artinya Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen termasuk merekrut, melatih, memberikan penghargaan dan penilaian.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2010:10) Manajemen Sumber daya Manusia adalah:
Manajemen Sumber Daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan.

2.1.2          Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Veithzal Rivai (2009:13) adalah:
1.      Fungsi Manajerial
a.       Perencanaan (Planning)
b.      Pengorganisasian (Organizing)
c.       Pengarahan (Directing)
d.      Pengendalian (Controlling)
2.      Fungsi Operasional
a.       Pengadaan Tenaga Kerja
b.      Pengembangan
c.       Kompensasi
d.      Pengintegrasian
e.       Pemeliharaan
f.       Pemutusa Hubungan Kerja

2.1.3        Pentingnya Manajemen Sumber Daya  manusia
Menurut Veitzhal Rivai (2009:14) Manajemen sebagai ilmu dan seni untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain. Artinya tujuan dapat dicapai bila dilakukan oleh satu orang atau lebih. Sementara itu Manajemen SDM sebagai suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam suatu perusahaan. unsure dalam manajemen adalah tenaga kerja pada suatu perusahaan, sehingga dalam Manajemen SDM  faktor yang diperhatikan adalah manusianya itu sendiri. Saat ini banyak perusahaan menyadari bahwa SDM merupakan masalah perusahaan yang paling penting, karena melalui sumber daya manusialah yang menyebabkan sumber daya lain dalam perusahaan dapat berfungsi / dijalankan atau dilaksanakan. Disamping itu SDM menciptakan efisiensi dan evektifitas perusahaan. melalui SDM yang efektif mengharuska manajer atau pimpinan untuk menemukan cara terbaik dalam mendayagunakan orang-orang yang ada dalam lingkungan organisasinya agar tujuan-tujuan yang diinginkannya tercapai. 

2.1.4     Pengertian Kompensasi 
Pemberian kompensasi harus dikelola dengan baik dan benar agar pemberian kompensasi dapat memberikan kepuasan. Untuk mencapai kepuasan pemberian kompensasi harus didasarkan pada asas adil dan layak sehingga dapat menciptakan suasana kerja yang baik, motivasi tinggi, dan kinerja karyawan yang meningkat.
            Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai kompensasi yaitu sebagai berikut:
Menurut Gary Dessler (2007:44) kompensasi adalah sebagai berikut :
            “Compensation of employees is any form of payment or reward given to employees and arising from their employment”
Yang artinya kompensasi karyawan adalah semua bentuk pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka.
Menurut Thomas H. Stone dalam buku Suswanto dan Donni Juni Priansa (2011:220) kompensasi adalah :
“Compensation is any form of payment to employees for work they provide their employer”
Yang artinya kompensai adalah  setiap bentuk pembayaran yang diberikan kepada karyawan sebagai pertukaran pekerjaan yang mereka berikan kepada majikannya.
Menurut Henry Simamora (2004:506) kompensasi adalah:
Kompensasi adalah semua bentuk kembalian financial, jasa-jasa terwujud dan tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari hubungan kekaryawanan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah semua bentuk imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan perusahaan sebagai penghargaan pada karyawan yang telah memberikan tenaga dan pikiran sebagai kontribusi dalam mewujudkan tujuan perusahaan sebagai imbalan balik dari pekerjaan mereka.

2.1.4.1 Jenis-Jenis Kompensasi                                         
Menurut A.A Anwar Mangkunegara (2011:85) jenis-jenis kompensasi adalah sebagai berikut:
1.      Upah  dan Gaji
Upah adalah pembayaran berupa uang untuk pelayanan kerja atau uang yang biasanya dibayarkan kepada pegawai secara per jam, per hari, dan per setengah hari. Sedangkan gaji merupakan uang yang dibayarkan kepada pegawai atas jasa pelayanannya yang diberikan secara bulanan.
2.      Benefit (Keuntungan) dan Pelayanan
Benefit adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang secara cepat dapat ditentukan. Sedangkan pelayanan adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang tidak dapat secara mudah ditentukan. Program benefit bertujuan untuk memperkecil turnover, meningkatkan modal kerja, dan meningkatkan keamanan. Adapun kriteria program benefit adalah biaya, kemampuan membayar, kebutuhan, kekuatan kerja, tanggung jawab sosial, reaksi kekuatan kerja, dan relasi umum. Sedangkan program pelayanan adalah laporan tahunan untuk pegawai, adanya tim olah raga, kamar tamu pegawai, kafetaria pegawai, surat kabar perusahaan, took perusahaan , discount (potongan harga) produk perusahaan, bantuan hukum, fasilitas ruang baca dan perpustakaan, tempat parkir, ada program rekreasi dan darmawisata.

2.1.4.2  Pentingnya Kompensasi
Menurut Malayu Hasibuan (2010:117) tenaga kerja jika kita kaitkan dengan peranan dan pendapatannya dapat digolongkan atas pengusaha dan karyawan atau menajer dan buruh. Pengusaha adalah setiap tenaga kerja yang memperoleh pendapatannya berupa laba (profit) atau deviden dari modal yang diinvestasikannya. Pendapatan ini besarnya tidak menentu tergantung dari laba perusahaannya, bahkan tidak berfungsi dan berperan sebagai pemilik perusahaan dengan modal yang diinvestasikannya itu.
Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa sesuai dengan peraturan dan perjanjian. Besarnya balas jasa telah ditentukan dan diketahui sebelumnya, sehingga karyawan secara pasti mengetahui besarnya balas jasa/kompensasi yang akan diterimanya. Kompensasi inilah yang akan dpergunakan karyawan beserta keluarganya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Besarnya kompensasi mencerminkan status, pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan beserta keluarganya. Jika balas jasa yang diterima karyawan semakin besar berarti jabatannya semakin tinggi, statusnya semakin baik, dan pemenuhan kebutuhannya yang dinikmatinya semakin banyak pula. Disinilah letak pentingnya kompensasi bagi karyawan sebagai seorang penjual tenaga.  

2.1.4.2  Tujuan Kompensasi
Tujuan Kompensasi menurut Malayu Hasibuan (2010:121) antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah.
a.       Ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawannya. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
b.      Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
c.       Pengadaan efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
d.      Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
e.       Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak secara eksternal konsisten yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif stabil.
f.       Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta menaati peraturan-peraturan yang berlaku.
g.      Pengaruh serikat buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada kerjaannya.
h.      Pengaruh pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku maka intervensi pemerintah dapat dihindakan.
                                                                        
2.1.4.3  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Menurut A.A Anwar Mangkunegara (2011:84) ada enam faktor yang mempengaruhi kompensasi, diantaranya adalah:
1.       Faktor Pemerintah
Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi, inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai.
2.      Penawaran Bersama antara Perusahaan dan Pegawai
Kebijakan dalam menentukan kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya.
3.      Standar dan Biaya Hidup Pegawai
Kebijakan kompensasi perlu mempertimbangkan standar dan biaya hidup minimal pegawai. Hal ini karena kebutuhan dasar pegawai harus terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar dan keluarganya, maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. banyak peneliti menunjukan bahwa ada korelasi tingggi antara motivasi kerja pegawai dan prestasi kerjanya, ada korelasi positif antara motivasi kerja dengan tujuan pencapaian perusahaan.
4.      Ukuran Perbandingan Upah
Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja pegawai. Artinya, perbandingan tingkat upah pegawai perlu memperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja, dan ukuran perusahaan.
5.      Permintaan dan Persediaan
Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar saat itu perlu dijadikan  bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai.
6.      Kemampuan Membayar
Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam membayar upah pegawai. Artinya, jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi diluarbatas kemampuan yang ada pada perusahaan.

2.1.4.4  Indikator Kompensasi
Menurut Henry Simamora (2004:442) bahwa indikator yang disajikan dalam menilai kompensasi adalah:
1.      Adil (keadilan internal).
2.      Layak (keadilan eksternal).
3.      Gaji dan upah (hak yang diterima oleh karyawan karena kompensasinya terhadap perusahaan).
4.      Insentif (tambahan kompensasi diluar gaji dan upah diberikan oleh perusahaan).
5.      Fasilitas (kompensasi yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada karyawan sebagai penunjang kelancaran untuk bekerja dan memotivasi karyawan agar semangat kerja).
6.      Tunjangan (kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan).
2.1.5        Pengertian Disiplin Kerja
            Disiplin pada hakekatnya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan suatu tindakan yang tidak sesuai dan mendukung sesuatu yang telah diciptakan.
Beberapa ahli mengemukakan pendapat mengenai pengertian disiplin kerja adalah sebagai berikut:
Menurut Keits Devis dalam buku A.A Anwar Mangkunegara (200:129) menyatkan:
“Discipline is management action to enforce organization standards”
Artinya disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.
Menurut Veithzal Rivai (2011:824) disiplin kerja adalah sebagai berikut:
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesedian seseorang mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Menurut Malayu Hasibuan (2010:193) disiplin kerja adalah :
Disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku.
Jadi dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu usaha dari manajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.


2.1.5.1 Macam-Macam Disiplin Kerja
            Menurut A.A Anwar Mangkunegara (2011:129) ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif, dan disiplin korektif.
a.    Disiplin Preventif, adalah suatu upaya untuk menggerakan pegawai mengikuti dan mematuhi peraturan kerja, aturan-aturanyang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara preventif, pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan.
b.   Disiplin Korektif, adalah suatu upaya menggerakan pegawai dalam penyatuan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mengatuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin korelatif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran kepada pelanggar. Keith Davis berpendapat bahwa disiplin korelatif memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur harus menunjukan pegawai yang bersangkutan benar-benar terlibat. Keperluan proses yang seharusnya itu dimaksudkan adalah pertama, suatu prasangka yang tidak bersalah sampai pembuktian pegawai berperan dalam pelanggaran. Kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus terwakilkan oleh pegawai lain. Ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan keterlibatan pelanggaran.

2.1.5.2 Tujuan Disiplin Keja
            Tujuan disiplin kerja menurut Sutrisno (2009:126) mengemukakan bahwa tujuan disiplin kerja adalah sebagai berikut :
1.   Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan
2.   Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para  karyawaan untuk
melaksanakan pekerjaan
3.   Besarnya rasa tanggung jawab pada karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya
4.   Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas dan rasa solidaritas yang tinggi dikalangan karyawan
5.   Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja pada karyawaan
               Berdasarkan tujuan disiplin kerja maka disiplin kerja pegawai harus ditegakkan dalam suatu organisasi. Tanpa dukungan organisasi pegawai yang baik, sulit bagi organisasi untuk mewujudkan  tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah  kunci keberhasilan suatu perusahaan/organisasi untuk mencapai tujuannya.

2.1.5.3  Pendekatan Disiplin Kerja
              Ada tiga pendekatan disiplin kerja menurut A A Anwar Mangkunegara (2011:130) yaitu pendekatan disiplin modern, disiplin dengan tradisi, dan disiplin bertujuan.
a.       Pendekatan disiplin modern
Pendekatan disiplin modern merupakan mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru diluar hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1.      Disiplin modern merupakan suatu cara menghindari bentuk hukuman secara fisik.
2.      Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum yang berlaku.
3.      Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau prasangka yang harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya.
4.      Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap kasus disiplin.
b.      Pendekatan disiplin dengan tradisi
Pendekatan disiplin dengan tradisi yaitu, pendekatan disiplin dengan cara memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1.      Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan.
2.      Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus dsesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.
3.      Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya.
4.      Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras.
5.      Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggra kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat.
c.       Pendekatan disiplin bertujuan
Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa:
1.      Disiplin kerja harus diterima dan dipahami oleh semua pegawai.
2.      Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan perilaku.
3.      Disiplin ditujukan untuk perbahan perilaku yang lebih baik.
4.      Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap perbuatannya.

2.1.5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
            Menurut Hasibuan (2010:194) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi, di antaranya :
1.    Tujuan dan Kemampuan 
   Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)  yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai  dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam  mengerjakannya.
2.    Teladanan Pimpinan
   Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh  para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata  dengan perbuatannya. Dengan keteladanan pimpinan  yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik.
3.    Balas Jasa
   Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai karena balas jasa akan  memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi atau pekerjaannya.
4.    Keadilan
   Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat  manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptannya kedisiplinan pegawai yang baik.
5.    Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai organisasi. Dengan pengawasan melekat berarti atasan langsung harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja  bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelasaikan tugasnya.
6.    Sanksi Hukuman
   Sanksi hukuman berperan penting dalam memeihara kedisiplinan pegawai.  Dengan sanksi hukuman yang semakin  berat, pegawai akan semakin takut  melanggar peraturan-peraturan organisasi,  sikap, dan prilaku indisipliner pegawai akan berkurang. Berat / ringan saksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk  akal, dan diinformasikan  secara jelas kepada semua pegawai.
7.    Ketegasan
     Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi  kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum setiap  pegawai yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang  telah ditetapkan. Impinan yang berani  bertindak tegas menerapkan hukuman bagi pegawai  indisipliner akan akan disegani dan diakui kepemimpinanya oleh bawahan.

2.1.5.5  Indikator Disiplin Kerja
              Menurut Malayu S.P Hasibuan (2010:194), indikator disiplin kerja adalah:
1.         Mematuhi semua peraturan perusahaan
2.         Penggunaan waktu secara efektif
3.         Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas
4.         Tingkat absensi
2.1.6    Pengertian Kepuasan Kerja
            Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.
            Beberapa ahli mengungkapkan pendapat mengenai pengertian kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:
            Menurut Wexley dan Yuki dalam buku Suwanto dan Doni (2011:263) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah :
Job Statisfaction is the way employed feels about his or her job. It is generalized attitude toward the job based on evaluation of different aspect of the job. A person attitude toward his job reflect pleasant and  unpleasant experiencies  in the job and his expectations about future experiences.

            Artinya kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Sikap seseorang terhadap pekerjaan yang didasarkan pada evaluasi terhadap aspek-aspek yang berbeda dari pekerjaan. Sikap seseorang terhadap pekerjaannya itu menggambarkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam pekerjaan dan harapan-harapan mengenai pengalaman mendatang.
Menurut Keits Devis dalam buku A A Anwar Mangkunegara (2011:117) menyaakan bahwa kepuasan kerja adalah :
Job satisfaction is the  favorableness or unfavorableness with employees view  their work.
Yang artinya adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja.
Menurut Hasibuan (2010:202) kepuasan kerja adalah :
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, kerja. Kepuasan kerja dinikmati oleh pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat dsimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah cara individu merasakan pekerjaan yang dihasilkan dari setiap individu tersebut terhadap berbagai aspek yang terkandung dalam pekerjaan.

2.1.6.1  Teori Kepuasan Kerja
            Menurut Veithzal Rivai (2011:856) Teori kepuasan kerja yang cukup dikenal adalah :
1.   Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasan diperoleh melebihi dari apa yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga dapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
2.   Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini menggambarkan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuastu yang dianggap bernilai oleh karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang diperusahaan yang sama, atau ditempat lain atau bisa pula dengan dirinya dimasa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input orang lain. Bila perbandingan dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
3.    Teori dua faktor (two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan promosi. Terpenuhnya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari gaji/upah, pengawasan, hubungan antar pribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan.

2.1.6.2  Pengukuran Kepuasan Kerja
            Menurut A A Anwar Mangkunegara (2011:126) mengukur kepuasan kerja dapat digunakan dengan skala indeks deskripsi jabatan, skala kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah, dan kuesioner kepuasan kerja minnesota.
a.    Pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskripsi jabatan
Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kenall, dan Hulin pada tahun 1969. Dalam penggunaannya, pegawai ditanya mengenai pekerjaannya maupun jabatannya yang dirasa sangat baik dan sangat buruk dalam skala mengukur sikap dari lima area, yaitu kerja, pengawasan, upah, promosi dan co-worker. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh pegawai dengan cara menandai jawabannya ya, tidak, atau tidak ada jawaban.
b.   Pengukuran kepuasan kerja dengan berdasarkan ekspresi wajah
Mengukur kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Skala ini terdiri dari seri gambar wajah-wajah orang mulai dari sangat diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat itu
c.    Pengukuran kepuasan kerja dengan menggunakan koesioner Minnesota
Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss, Dawis, dan England pada tahun 1967. Skala ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidakpuas, tidak puas, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan. Pegawai diminta memilih satu alternatife jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya. 

2.1.6.3 Aspek Pokok yang Dianggap Penting dalam Kepuasa Kerja Karyawan
            Menurut G. Terri (Winardi, 2008:332) yang dikutip Suwanto dan Donni Juni Priansa, seorang pekerja cenderung bekerja penuh semangat, bila kepuasan yang diperoleh tinggi dan pekerjaan tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan pekerja. Ditinjau dari sudut pekerja ada empat aspek pokok yang dianggap penting, yaitu:
1.      Sifat umum pekerjaan, adanya tantangan dalam penggunaan kemampuan individu yang diperlukannya.
2.      Kebebasan melaksanakan pekerjaan, kesempatan untuk menerapkan ide-ide pribadi, pelaksanaan penting dalam melaksanakan pekerjaan dan membuat keputusan-keputusan penting tentang pekerjaan.
3.      Kesempatan untuk tumbuh dan berkembang melalui latihan “feedback” tentang hasil pekerjaan dan menerima aneka macan tugas dalam jumlah yang layak.
4.      Penghargaan tentang hasil pekerjaan yang diberikan atasan dengan cara yang terbuka, secara jujur dan waktu yang tepat.

2.1.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
              Menurut A.A Anwar Mangkunegara (2011:120) Ada dua faktor yang mempengruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai  dan faktor pekerjaannya:
1.      Faktor pegawai, yaitu kecerdasa (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja.
2.      Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

2.1.6.5  Indikator Kepuasan Kerja
              Menurut A.A Anwar Mangkunegara (2011:118) indikator kepuasan kerja adalah:
1.      Turnover
2.      Umur
3.      Tingkat Pekerjaan
4.      Ukuran Organisasi Perusahaan


2.2              Kerangka Pemikiran
Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap kerjanya, sedangkan yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatife tehadap pekerjaannya. Disatu sisi perusahaan ingin mendapatkan keuntungan besar, disisi lain karyawan menginginkan harapan dan kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi perusahaan karena itu SDM sebagai aset yang berharga, perusahaan harus memperhatikan aspek-aspek yang dapat memunculkan kepuasan karyawan.
Kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja hal ini dikemukaan oleh Sondang P. Siagian (299:253) yang mengatakan bahwa sistem kompensasi atau imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara, dan memperkerjakan sejumlah orang dengan sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi.
Moh. As’ad (2008:115) mengatakan apabila kompensasi diberikan secara benar dan sesuai dengan harapan karyawan, diduga ada pengaruh kompensasi terhadap kepuasan kerja karyawan.
Malayu Hasibuan (2010:202) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh kedisiplinan dari seorang karyawan.
Pada uraian diatas telah dijelaskan oleh beberapa ahli  bahwa kompensasi dan disiplin kerja mempengaruhi kepuasan kerja. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian terdahulu yang diungkapkan oleh beberapa orang dibawah ini.
Dari hasil penelitian Ruvendi (2005) yang berjudul “Imbalan dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor”, ia menyimpulkan Terdapat hubungan dan pengaruh signifikan antara variabel imbalan dengan kepuasan kerja pegawai BBIHP yang diperlihatkan oleh koefisien korelasi partialsebesar 0,619. Koefisien regresi (ß1) X1sebesar 0,412. 
Hal tersebut menjelaskan bahwa kompensasi merupakan aspek penting yang dapat memunculkan kepuasan kerja. Jika kompensasi yang diberikan sesuai dengan yang diharapkan maka karyawan akan merasa puas sehingga karyawan akan memberikan hasil timbal balik terhadap perusahaan. Rasa puas karyawan tersebut merasa dihargai oleh perusahaan, jika rasa tersebut telah muncul dari benak karyawan, karyawan pun akan bekerja lebih semangat dan memberikan kontribusi yang lebih berasal dari kesadarannya sendiri. Kecil tingkat kekecewaan karyawan terhadap perusahaan, dan itu mengurangi tingkat turnover karyawan. Terdapat hasil penelitian terdahulu lainnya yang dapat mendukung persepsi tentang hubungan variabel-variabel tersebut.
Menurut penelitian Isnan Masyjui (2005) yang berjudul “Pengaruh Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kab. Grobogan”, mnyatakan bahwa “variabel disiplin kerja thitung > ttabel, (2.110 > 2.00) dengan demikian keputusan yang diambil adalah menerima hipotesis alternative (Ha) dan menolak hipotesis nol, ini berarti disiplin kerja mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan pada  Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Grobogan”.
Menurut penelitian Chaisunah dan Ani Muttaqiyahun (2008), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kompensasi, Motivasi dan Disiplin Kerja Terhadap Kepuasan (Study Kasus Pada PT Bank Perkreditan Rakyat Shinta Daya” menyatakan bahwa, “Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95% (0,05) dan derajat kebebasan (k-1, n-1) derajat kebebasan (dk) yaitu untuk pembilang k = 2, untuk penyebut = ( k-1, n-1 ) = 7 dan Ftabel = 94,018 > 3,15 maka H0 ditolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh antara variabel X1 (Kompensasi) dan variabel X3 (Disiplin) dengan variabel Y (Kepuasan kerja) secara serempak dan signifikan.
            Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya diatas jelas bahwa kompensasi dan disiplin kerja yang sesuai dengan harapan karyawan akan mempengaruhi sebuah kepuasan yang terwujud pada meningkatnya kemauan karyawan untuk membantu perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuan dan timbulnya hasrat atau keinginan karyawan untuk tetap berada dalam perusahaannya yang ditandai dengan menurunnya tingkat absensi dan turnover, meningkatnya partisispasi kerja dan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan.
            Dalam hal ini biasanya perusahaan atau organisasi memberikan perhatian penuh terhadap karyawan sehingga dapat menyumbangkan tenaga dan pikiran secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan. Apabila karyawan merasa kepentingan diperhatikan maka ia dapat bekerja dengan baik sehingga disiplin kerja dapat ditingkatkan, salah satu yang dapat dilakukan perusahaan atau organisasi untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan yaitu pemberian kompensasi.
            Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya diatas jelas bahwa kompensasi dan disiplin kerja yang sesuai dengan harapan karyawan akan mempengaruhi sebuah kepuasan yang terwujud pada meningkatnya kemauan karyawan untuk membantu perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuan dan timbulnya hasrat atau keinginan karyawan untuk tetap berada dalam perusahaannya yang ditandai dengan menurunnya tingkat absensi dan turnover, meningkatnya partisispasi kerja dan rasa memiliki karyawan terhadap pe



2.3              


0 comments:

Post a Comment